Di setiap kecamatan ada pendamping bansos dan sudah diinfokan kepada KPM apabila ada keluhan tentang komoditas agar melaporkan ke pendamping bansos untuk segera ditindaklanjuti
Reporter: Udin
Pada program jurnalisme warga tayang sendiri
Kontrolsosial.com – Lamongan: Mendengar banyaknya keluhan dari warga penerima program keluarga penerima manfaat (KPM) Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dari Kemensos yang berubah menjadi BTLD (Bantuan Tidak Layak Dimakan, telah meengetuk Aktivis Antikorupsi Indonesia Bebas Masalah Kabupaten Lamongan untuk langsung turun ke desa yang dimaksud untuk mengkonfirmasi kebenaran dari berita yang beredar di masyarakat.
Dari dua desa yang dimaksud tersebut, Aktivis Antikorupsi Indonesia Bebas Masalah Kabupaten Lamongan menemukan ada bantuan yang tidak layak dikonsumsi. Selain itu, nilai barang juga jauh dari nominal yang wajib diterima warga.
Potongan Rp.62.000
Sena dari Aktivis Antikorupsi Indonesia Bebas Masalah Kabupaten Lamongan mengatakan nilai barang yang diberikan ke warga jika dinominalkan hanya senilai Rp. 131.500 dari seharusnya senilai Rp. 200.000. Itu artinya, warga dirugikan sebesar Rp. 62.000.
“Kerugian material ada sekitar Rp. 62ribu dari yang seharusnya diterima warga”, tutur Sena.
Meniadakan e-warung dengan beberapa supplier
Ironisnya, pembelian barang yang seharusnya lewat e-warung justru tidak dilakukan, tapi melalui beberapa supplier yang ditunjuk dengan alasan penyeragaman. Dan e warung hanya menerima upah yang besarannya ditentukan oleh dinas sosial.
Sejak tahun lalu
Program Bantuan Pemerintah Non Tunai (BPNT) berubah menjadi BTLD (Bantuan Tidak Layak Dimakan) yang dibagikan akhir tahun ini, dikeluhkan oleh Keluarga Penerima Manfaat (KPM), salah satunya dari desa Wajik, Kecamatan Lamongan.
Pasalnya, bantuan beras kemasan 5 kilogram yang diberikan dinilai tidak layak. Bahkan telur yang juga menjadi salah satu bagian bantuan, beratnya juga tidak mencapai 1 kilogram.
“Ini dapat beras kacang ijo, telur, bawang merah dan beras. Dan tadi sudah saya buka mau saya masak, ini bentuk berasnya baunya gak sedap (apek)”, ungkap salah satu KPM di Desa Wajik yang enggan disebutkan namanya, sembari menunjukkan beras dan beberapa jenis bahan BPNT yang baru diterimanya bulan lalu, (Sabtu, 25/12/2021).
“Ini sudah lumayan bungkusnya bagus. Biasanya gak ada gambarnya. Bahkan katanya dapat telur 1 kg. Tapi hanya 720 gram. Ditambah bawang merahnya kecil dan basah,” tambahnya.
Dengan adanya temuan Program BPNT di desa Wajik tersebut, Aktivis Antikorupsi Indonesia Bebas Masalah Kabupaten Lamongan telah melaporkan ke Komda Komcab LP-KPK Propinsi Jawa Timur hingga pusat, agar persoalan tersebut dapat segera disampaikan dan ditindaklanjuti oleh Kementerian Sosial.
“Dengan adanya bukti temuan dan keluhan dari Keluarga Penerima Manfaat (KPM) di desa Wajik Lamongan, Aktivis Antikorupsi Indonesia Bebas Masalah Kabupaten Lamongan, akan segera telah ke Komda Jawa Timur dengan adanya temuan dugaan tidak sesuainya standar Program BPNT di Lamongan ini, berdasarkan informasi yang beredar, kondisi beras yang sama juga ditemukan di beberapa wilayah Kecamatan Lamongan, di antaranya di Kecamatan Mantup, Babat, Sarirejo, Tikung, dan beberapa lainnya,” ujar Sena.
Sudah ditinjau langsung
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Sosial Moh Kamil saat dihubungi melalui WhatsApp menjelaskan, pihaknya akan meninjau langsung terkait persoalan tersebut.
“Ini lagi ditinjau langsung di lapangan Mas, prinsipnya kalau memang komoditas kurang baik akan kita instruksikan untuk diganti dengan barang yang baik pada para agen di kecamatan yang menyiapkan komoditasnya”, terangnya, Senin (27/12/2021).
Melaporkan ke pendamping
Moh Kamil juga menegaskan, adapun ada bantuan yang kurang layak, ia meminta kepada KPM untuk melaporkan ke pendamping bansos di kecamatan.
“Di setiap kecamatan ada pendamping bansos dan sudah diinfokan kepada KPM apabila ada keluhan tentang komoditas agar melaporkan ke pendamping bansos untuk segera ditindaklanjuti,” ungkapnya.
Temuan lainnya
Cepat basi
Bagus pada awalnya
Dibelikan beras baru
“Tidak mesti Mas, kadang dapat kentang, buah pir tiga biji dan juga kentang, dan buahnya sering saya terima sudah dalam keadaan membusuk. Kalau busuk ya tak buang”, terangnya.
Hal serupa juga diungkapkan Ngatiah. Perempuan berusia 60 tahun ini mengatakan, ia kerap menjual beras bantuan BPNT yang diterimanya karena tidak layak dikonsumsi. Hasil penjualan beras BPNT tersebut kemudian dibelikan beras yang lebih bagus.
“Tak jual mas, terus saya belikan beras baru lagi. Kalau enggak gitu beras ini saya tukarkan ke toko sembako dengan kebutuhan pokok lainnya,” tandasnya.
Keluhan terhadap rendahnya kualitas beras bantuan BPNT ini terjadi di beberapa kecamatan di Lamongan. Di antaranya di Babat dan Maduran.
Tidak mau dikonfirmasi
Kepala dinas Sosial pemkab Lamongan, Hamdani Azhari belum bisa dikonfirmasi karena baru saja menjabat di kantor dinsos 2 hari ini, setelah kadinsos lama, Kamil pensiun.