July 27, 2024
Pantura Tenggelam: Diskursus dan Wacana Terbaru

Pantura Tenggelam: Diskursus dan Wacana Terbaru

Profesor Riset bidang Geoteknologi-Hidrogeologi, Prof Dr Robert Delinom, dan Profesor Riset bidang Meteorologi pada Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa BRIN, Prof Dr Eddy Hermawan, sama-sama sepakat bahwa pernyataan Pantura/Jakarta akan tenggelam dalam waktu 10 tahun itu kurang tepat

 

Prediksi Jakarta tenggelam 10 tahun lagi menjadi isu hangat yang ramai diperbincangkan beberapa waktu belakangan ini.

Isu ini kembali mencuat setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden menyinggung bahaya pemanasan global ketika berpidato di Kantor Direktur Intelijen Nasional, Selasa (27/7/2021).

Jakarta tenggelam 10 tahun ke depan

Dalam pidatonya tersebut, Biden menyebutkan bahwa dampak pemanasan global bisa mencairkan es di kutub dan menaikkan permukaan air laut sehingga Jakarta tenggelam dalam 10 tahun ke depan.

“Apa yang terjadi di Indonesia jika perkiraannya benar bahwa dalam 10 tahun ke depan, mereka mungkin harus memindahkan ibu kotanya karena akan tenggelam?”. kata Biden (30/7/2021).

 

Benarkah Jakarta akan tenggelam dalam waktu 10 tahun lagi?

Dua profesor Indonesia menjelaskannya dalam webinar Lecture Series Majelis Profesor Riset (MPR) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Rabu (6/10/2021).

Profesor Riset bidang Geoteknologi-Hidrogeologi, Prof Dr Robert Delinom, dan Profesor Riset bidang Meteorologi pada Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa BRIN, Prof Dr Eddy Hermawan, sama-sama sepakat bahwa pernyataan Jakarta akan tenggelam dalam waktu 10 tahun itu kurang tepat.

 

Segera lakukan mitigasi

Menurut Prof Dr Robert Delinom, dalam waktu relatif dekat jika tidak segera dilakukan mitigasi, memang betul beberapa wilayah di Jakarta akan tenggelam, tetapi bukan berarti seluruh wilayah DKI Jakarta akan tenggelam seperti Atlantis.

“Jakarta dan pantura bisa jadi tenggelam, tapi tidak pada kurun waktu yang segera”,  kata Robert.

“Tenggelam, bayangan kita seperti Atlantis itu, tidak. Tapi Jakarta terendam, iya”, tambahnya.

 

Pantura adalah kawasan lempung

Berdasarkan hasil kajian yang dilakukannya di Semarang dan Jakarta, kawasan yang memiliki batuan lempung di dasar tanahnya memang cenderung lebih mudah mengalami penurunan.

Dari topografinya, kawasan Jakarta pesisir sekitar jalur pantura memang memiliki batuan lempung ini, sehingga amblesan atau penurunan permukaan tanahnya lebih cepat terjadi dibandingkan wilayah lain di Ibu Kota.

 

Skenario Jakarta Tenggelam

Dalam pemaparannya, Robert juga menjelaskan, jikapun dibuat skenario Jakarta tenggelam, kawasan yang paling berisiko adalah Pantai Indah Kapuk, Marunda, Sunda Kelapa, dan sekitar wilayah ini.

“Ada potensi tenggelam, tapi hanya beberapa bagian, tidak seluruh Jakarta”,  jelasnya.

Robert menambahkan, penurunan permukaan tanah atau amblesan tanah yang terjadi itu pun tidak akan terus-menerus terjadi sampai ratusan atau ribuan tahun nanti.

Jika amblesan terjadi hanya karena batuan lempung, penurunan permukaan tanah akan berhenti pada masanya sendiri, kecuali jika penurunan permukaan tanah itu terjadi akibat faktor-faktor lainnya.

“Jadi sebenarnya kita tidak mengabaikan, tetapi yang paling penting dari tenggelamnya Jakarta itu adalah amblesan tanah (land subsidence atau penurunan tanah)”, kata dia.

“Jakarta yang berbahaya adalah daerah zona merah yang laju penurunannya tanahnya cukup tinggi”, imbuhnya.

 

Parameter SLR, kecil peluang pantura tenggelam

Senada dengan Robert, Prof Dr Eddy Hermawan berkata bahwa, jika basis analisis utama yang dipakai hanya menggunakan parameter naiknya laju permukaan air lat (Sea Level Rise/SLR) atau laju kenaikan rob yang memang relatif kecil setiap tahun (~3mm/tahun, global) maka peluang atau terjadinya Jakarta terancam tenggelam relatif kecil.

Tinggi muka laut juga kerap kali disebut sebagai salah satu faktor yang mengancam tenggelamnya Jakarta dan pantura.

Namun, Eddy berkata bahwa bahaya utama yang terjadi di kawasan pantura, khususnya Jakarta dan kawasan sekitarnya adalah penurunan muka tanah (land subsidence).

 

Prediksi, skenario, dan proyeksi laju penurunan subsidence 

“Sayangnya, kita belum mampu memprediksi, membuat skenario, membuat proyeksi laju penurunan subsidence hingga tahun 2050”, kata dia.

Padahal, informasi ini sangat dibutuhkan untuk melihat secara spasial kawasan mana saja di sepanjang pantura yang memiliki potensi kerusakan lingkungan yang sangat serius.

 

Peran Satelit MBA

Peran daya satelit resolusi tinggi seperti Mozaik Bebas Awan (MBA) harus dilakukan untuk monitoring.

“Bilamana kedua fenomena ini bergabung menjadi satu, tentu saja ini ini akan memberikan dampak lebih serius, (tapi) pada siapa? Pada wilayah zona rawan Jakarta”, ujarnya.

Namun, jika penyebabnya hanya tinggi muka laut atau penurunan permukaan tanah (amblesan tanah), dampaknya tidak akan seserius jika keduanya terjadi.

 

 

Baca juga:

Link aplikasi android kontroversi bisa didownload https://bit.ly/3nNbDwZ

 

Ingin Berkontribusi?

Masuk menggunakan akun microsite anda, apabila belum terdaftar silakan klik tombol di bawah.

Independensi adalah Ruh Kontrol Sosial. Sejak berdiri pada 4 November 2002, kami menjunjung tinggi jurnalisme yang tidak berpihak pada kepentingan politik mana pun. Dalam setiap pemberitaan, Redaksi Kontrol Sosial selalu berikhtiar mencari kebenaran meski di tempat-tempat yang tak disukai.

Karena itu, kami konsisten memilih pendekatan jurnalisme investigasi. Hanya dengan metode penyelidikan yang gigih dan sistematis, kami berharap bisa melayani publik dengan informasi yang benar mengenai skandal maupun pelanggaran terstruktur yang merugikan khalayak ramai.

Tentu kami tak akan bisa menjalani misi ini tanpa Anda. Dukungan Anda sebagai pelanggan Kontrol Sosial akan membuat kami lebih independen dan lebih mampu membiayai berbagai liputan investigasi mengenai berbagai topik yang relevan untuk Anda.

Kami yakin, dengan bekal informasi yang berkualitas mengenai isu-isu penting di sekitar kita, Anda bisa mengambil keputusan dengan lebih baik, untuk pribadi, lingkungan maupun bisnis Anda.