July 27, 2024
Polemik Subsidi Rp.600 ribu Untuk Pekerja Dicabut

Polemik Subsidi Rp.600 ribu Untuk Pekerja Dicabut

Jika program BSU dihentikan akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang akan terus minus hingga kuartal kedua tahun 2021. Ini akan mengganggu pertumbuhan ekonomi di 2021 kalau konsumsi masyarakat tidak terjaga akibat hilangnya BSU. Kalau BSU dihilangkan bisa jadi konsumsi rumah tangga di komponen GDP negatif untuk dua kuartal ke depan. Kalau seperti itu, makin lama pertumbuhan ekonomi mencapai positif

Jakarta – Pemerintah mencabut program insentif untuk pekerja atau buruh yang memiliki gaji di bawah Rp.5 juta mulai tahun ini.

Serikat buruh di Indonesia mendesak pemerintah melanjutkan program subsidi upah bagi buruh bergaji di bawah Rp5 juta untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga mereka yang kian terimpit akibat pandemi.

Seorang pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia yang enggan disebutkan namanya berkata, “bantuan itu menjadi keharusan karena konsumsi masyarakat kelas bawah menjadi satu-satunya tumpuan perekonomian nasional dan membantu mengangkat pertumbuhan ekonomi agar tidak jatuh semakin dalam:.

“Jika dihentikan maka pertumbuhan ekonomi Indonesia akan terus minus hingga kuartal kedua tahun 2021”, lanjutnya.

Akan tetapi pemerintah menyatakan hingga saat ini belum ada perubahan kebijakan bantuan subsidi upah, merujuk pada hasil evaluasi program tersebut.

Insentif Rp.600.000 per bulan kepada karyawan swasta bergaji di bawah Rp.5 juta per bulan, pengamat berpendapat:

  1. ‘Bagaimana mengawasinya?’
  2. UMP 2021 tak naik, buruh sebut ‘tak adil’, Kemnaker: ‘Upah itu tidak akan menyesengsarakan’
  3. Bantuan modal kerja UMKM disalurkan pekan ini, tapi apakah anggaran Rp28,8 triliun itu efektif saat daya beli rendah dan bagaimana caranya agar tidak jadi ‘bancakan’?

Sekretaris Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, Raden Pardede mengatakan, “keputusan menghentikan Bantuan Subsidi Upah (BSU) dilakukan atas dasar hasil evaluasi akhir tahun lalu”.

Evaluasi tersebut menilai pekerja bergaji di bawah Rp. 5 juta tidak terganggu keuangannya, dan bahkan masih bisa menabung.

Raden Pardede beranggapan, “dalam satu keluarga buruh itu baik suami dan istri sama-sama bekerja, sehingga bantuan subsidi tidak terpakai”.

Namun Raden Pardede tidak merinci, “berapa banyak keluarga buruh yang kondisinya seperti itu dibandingkan dengan keluarga pekerja yang mengandalkan gaji kepala keluarga”,

“Evaluasi tahun lalu yang kita lihat, masih banyak yang mendapat subsidi, istrinya juga kerja. Jadi gaji Rp5 juta itu upahnya terlampau tinggi”,  ujar Raden Pardede kepada awak media. [Minggu,07/02/2021]

Karena itu, kata Raden Pardede, “pemerintah menghentikan program BSU dan menggesernya ke program padat karya tunai. Disini, kelompok yang disasar adalah masyarakat desa dan miskin. Tujuannya agar kembali produktif dengan diberi uang tunai”.

“Kita dahulukan kepada yang lebih butuh dulu. Jadi kalau mereka membuat jalan, irigasi, maka mereka akan dikasih (uang) tunai”.

Mempertanyakan klaim pemerintah

Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita, menangkis klaim pemerintah tersebut.

Elly Rosita mengatakan, “sejak pandemi banyak pekerja yang gajinya justru dipotong sehingga kelabakan dalam memenuhi keperluan sehari-hari keluarga”.

Subsidi upah senilai Rp.600.000 setiap bulan disebutnya cukup membantu menambal biaya pengeluaran mereka.

“Untuk orang kelas menengah mungkin tidak signifikan, tapi bagi buruh yang upahnya dikurangi, mereka bisa membeli kebutuhan harian”, kata Elly Rosita.

“Jadi bantuan subsidi itu sangat bermanfaat sekali, kalau dihentikan ada enggak subsidi lain?
Apakah ada yang bisa diberikan kepada buruh yang dikurangi upahnya?”, ujar Elly lebih lanjut.

‘KSBSI akan mengirim surat ke Kementerian Tenaga Kerja dan Presiden meminta agar program ini dilanjutkan. Sebab bantuan sosial berupa sembako tidak didapatkan sebagian besar buruh”, pungkasnya.

Harapan Lainnya:

“Kita harap pemerintah berpikir lagi untuk melanjutkan hingga beberapa bulan sampai keadaan normal”

‘Kalau subsidi dicabut, hidup cuma sampai pertengahan bulan’

Salah satu buruh di Kawasan Industri Pulogadung, Handi Trisusanto, mengamini pernyataan KSBSI.

Handi Trisusanto berkata, :sejak Mei 2020 seluruh pekerja di perusahaan makanan olahan Kemfood tidak lagi menerima tunjangan tetap lantaran kondisi keuangan perusahaan yang belum stabil:.

Alhasil setiap bulan ia hanya menerima upah pokok sebesar Rp.4,3 juta.

Upah tersebut, katanya, habis untuk membayar sewa kontrak rumah, cicilan kredit rumah, dan biaya sehari-hari. Pasalnya, istrinya tidak bekerja.

Adanya subsidi upah yang ia terima tahun lalu bisa meringankan beban keluarganya untuk bertahan hidup hingga akhir bulan.

“(Uang subsidi) itu bisa membantu bayar kontrakan. Jadi gaji bisa utuhlah untuk biaya sehari-hari dan sekolah dua anak”.

Tapi kondisi akan berbeda jika subsidi upah itu dihentikan, ujar Handi.

Ia berhitung kalau hanya mengandalkan gaji tidak akan sanggup memenuhi kebutuhan keluarganya sebulan penuh.

“Kalau dicabut ya gaji kita sudah berkurang ya habis. Paling-paling sampai pertengahan bulan sudah habis.”

“Makanya sekarang itu banyak teman-teman yang cari pekerjaan sampingan, ya jualan, ngojek.”

“Harapannya masih dapat bantuan untuk menambah-nambah keperluan keluarga dan buat bayar cicilan kontrakan.”

‘Bantuan subsidi upah dicabut, pertumbuhan ekonomi akan terus minus’

Pengamat ekonomi dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Teuku Riefky menilai, :pemerintah salah kaprah jika menganggap pekerja atau buruh bergaji Rp,5 juta ke bawah keuangannya tidak terganggu sehingga bisa menghentikan program Bantuan Subsidi Upah (BSU)”.

Data perbankan justru menunjukkan, kelompok masyarakat yang tabungannya Rp,10 juta ke bawah, nominalnya terus turun alias terpakai untuk memenuhi kebutuhan harian.

“Realitanya masyarakat berpendapatan Rp5 juta punya cicilan, bayar kontrakan dan yang punya anak bayar SPP. Ini pasti tidak cukup Rp5 juta. Kalau bisa nabung orangnya enggak banyak dan yang bisa ditabung sedikit”, ujar Teuku Riefky.

Baginya, “subsidi upah untuk buruh/pekerja menjadi keharusan dan tidak bisa dikompromikan jika pemerintah berambisi pertumbuhan ekonomi akan positif pada kuartal pertama tahun 2021 seperti yang diutarakan Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto”.

Di Indonesia, 50% lebih komponen pertumbuhan ekonomi disumbang oleh konsumsi rumah tangga.

Tapi saat ini konsumsi masyarakat kelas bawah menjadi satu-satunya tumpuan untuk meningkatkan konsumsi rumah tangga.

Sementara masyarakat kelas menengah atas sama sekali “tak bergerak dan hanya menumpuk uangnya”.

“Kondisinya masyarakat kelas menengah ini tidak melakukan konsumsi, karena biasanya mereka konsumsi untuk barang-barang mewah atau untuk hiburan. Nah itu semua tidak mereka lakukan selama pandemi sehingga tidak mendorong konsumsi keseluruhan.”

Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziah mengatakan, pada tahun lalu sebanyak 15,7 juta pekerja yang memenuhi syarat menerima bantuan subsidi upah.

Ida Fauziah khawatir jika program BSU dihentikan akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang akan terus minus hingga kuartal kedua tahun 2021.

Sebelumnya Badan Pusat Statistik (BPS) pada Sabtu kemarin mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2020 minus 2,07%.

“Ini akan mengganggu pertumbuhan ekonomi di 2021 kalau konsumsi masyarakat tidak terjaga akibat hilangnya BSU. Kalau BSU dihilangkan bisa jadi konsumsi rumah tangga di komponen GDP negatif untuk dua kuartal ke depan. Kalau seperti itu, makin lama pertumbuhan ekonomi mencapai positif”, papar Ida Fauziah.

Bantuan Subsidi Upah (BSU) diluncurkan Presiden Joko Widodo pada Agustus 2020 untuk membantu meringankan beban para pekerja di tengah pandemi Covid-19 serta dapat menggeliatkan perekonomian nasional.

Pada tahun lalu sebanyak 15,7 juta pekerja yang memenuhi syarat menerima bantuan ini. Salah satu syaratnya bergaji di bawah Rp.5 juta dan terdaftar sebagai peserta aktif program jaminan sosial BPJS Ketenagakerjaan.

Setiap bulan pekerja akan menerima Rp600.000 yang ditransfer ke rekening mereka.

Sejak program ini digelontorkan pada September tahun 2020, total anggaran yang tersalurkan sebesar Rp29,4 triliun. (154)